Pages

Friday, February 3, 2012

Prahara Kopi Pekat di Pagi Bisu

Self Portrait, Jenny Saville
Saya bekerja di toko roti di seberang jalan itu. Sudah lama saya mengenal Anda. Siapa yang tidak kenal pengarang seperti Anda. Saya membaca semua novel Anda. Novel terakhir terus mengusik pikiran saya. Tampaknya semua orang yang membaca akan selalu ingin melanjutkan ceritanya dalam imajinasi. Saya ingin melanjutkannya dalam kehidupan saya sendiri.
Di toko roti tempat saya bekerja itu ada seorang bos yang selalu baik kepada saya. Suatu ketika dia mengajak saya makan siang. Dia bercerita tentang kehidupannya, tentang masa lalunya. Saya mendengarkan semuanya sampai ketika suasana sudah tidak memungkinkan lagi untuk bercerita dan mendengarkan. Sejak saat itu, tawaran makan siang atau sekedar minum kopi sering datang.
Ajakan untuk makan malam akhirnya datang pada suatu hari yang sedikit mendung. Dia memilih tempat tinggalnya di pinggiran kota. Saya mengiyakan.
Sebetulnya saya sudah lama membacai karya-karya Anda. Anda menulis dengan sangat baik. Anda masuk dengan halus ke sanubari semua pembaca. Mengajaknya berdialog dengan intim. Sehingga semua yang terpendam di alam bawah sadar kami, pembaca, seolah telah Anda ketahui. Atau jangan-jangan Anda memang mengetahui isi hati. Dan yang lebih penting, kejutan-kejutan Anda menggemparkan. Kejutan yang sebetulnya sangat kami akrabi.
Saya terlanjur berhasrat untuk mengetahui Anda lebih jauh, entah oleh sebab apa. Saya mulai mencari tahu alamat dan aktivitas Anda. Saya tahu dimana Anda tinggal. Saya tahu apa yang Anda lakukan setiap hari. Ya, setiap hari. Di kafe ini, Anda akan membawa semua yang Anda pikirkan. Itu sebabnya Anda selalu seorang diri.
Kopi pekat yang Anda minum di awal duduk mengingatkan saya pada seorang teman. Dua setengah sendok kopi tanpa gula. Pahit di lidah, tetapi akan membekas manis di rongga tubuh. Tegukan terakhir dari kopi akan menjadi menu penutup yang panjang sebelum Anda meninggalkan tempat duduk dengan diam.
Dari kafe ini Anda akan menuju toko roti tempat saya bekerja. Anda akan membeli segepok roti tawar tanpa selai. Kemudian Anda akan langsung berjalan menyusuri trotoar. Di pintu gang kedua Anda berbelok dan segera masuk ke tempat tinggal Anda.
Tidak ada yang terlalu unik dari rumah bos saya di pinggiran kota itu: tidak berbeda dengan rumah-rumah lain di sekelilingnya. Meski di pinggiran kota, wilayah tempat rumah itu berdiri terbilang padat. Semua jalan, besar dan kecil, di pinggirannya berjejer rumah. Tidak ada ruang kosong. Bahkan jalan-jalan, jika pemerintah mengizinkan, pun akan diisi dengan bangunan rumah. Di sana, rumah menjadi kebutuhan pokok yang tidak mungkin ditunda-tunda.
Setiap pagi Anda akan tampak keluar dari tempat tinggal. Berjalan-jalan di sepanjang gang. Kadang-kadang berlari kecil. Jika suatu pagi Anda tidak tampak keluar, berjalan, dan berlari, saya duga Anda pasti sedang menyelesaikan ide yang belum selesai, namun terlanjur ditulis.
Pagi sangat banyak memberi inspirasi kepada tulisan Anda. Pagi seolah menjelma dalam tulisan-tulisan itu. Bau pagi, warna pagi, dan semua rasa pagi berbaur dalam tulisan-tulisan Anda. Ada gairah dalam semangat pagi yang Anda tulis. Pagi adalah tempat di mana perjumpaan antar individu terjadi. Pagi, bagi Anda, adalah awal dari semua yang bernama hidup, namun juga tempat kembali. Gairah pagi telah merasuk ke dalam hasrat senggama gila. Senggama yang selalu menyisakan ruang kreatif, di mana penciptaan bermula.
Anda bercerita tentang seorang pengasuh bayi yang lebih banyak memikirkan majikannya dari pada bayi yang menjadi tanggungan asuhnya. Sang majikan adalah satu-satunya lelaki yang setiap hari ia temui. Lelaki yang memberi harapan tentang sebuah pelepasan birahi. Di malam-malam ketika semuanya sepi kecuali nafas-nafas yang memburu. Nafas-nafas yang semula hanya menjadi objek pendengaran itu, lambat laun mengundang hasrat untuk menyaksikan bagaimana dan sebab apa nafas-nafas itu ditarik-hembuskan dengan keras dan cepat. Sela-sela kamar yang hampir selalu terkuak sedikit itu memberinya ruang pandang. Ruang pandang itu akan semakin lebar ketika peristiwa di malam-malam sepi dengan suara nafas memburu itu terjadi di ruang tamu, kamar mandi, atau dapur. Pemandangan-pemandangan itu seolah memang dirancang untuk menjadi tontonannya.
Di malam-malam lain ketika pengasuh bayi itu bermasturbasi, hanya laki-laki itulah yang datang dalam bayangannya. Malam ketika mereka akhirnya bersenggama adalah awal petaka. Ia benar-benar tidak lagi bisa melepaskan laki-laki itu. Isteri laki-laki itu kemudian tewas dengan sebilah pisau menancap di dadanya: pisau yang beberapa hari sebelumnya terus diasah oleh sang pengasuh bayi. Persenggamahan terakhir terjadi beberapa saat sebelum laki-laki itu terbujur kaku. Sang pengasuh bayi hilang bersama seorang bayi.
Sebagai pembuka acara makan malam, bos saya telah menyediakan beberapa macam makanan ringan. Makanan-makanan itu didominasi oleh unsur kacang. Kacang-kacangan dipercaya sebagai makanan pembuka yang akan menambah hasrat untuk hidangan selanjutnya. Di sela-sela makan ringan itu, bos saya dengan hati-hati memulai pembicaraan mengenai hal-hal ringan yag terjadi hari itu dan beberapa hari sebelumnya. Tampak bahwa bos saya sangat mengerti bahwa adalah sangat tidak pantas mengusik suasana yang dirancang romantis dengan bahasan obrolan yang menyita ingatan besar.
Harus kuakui bahwa mengobrol dalam suasana romantis bersama bosku itu memang tidak biasa aku lakukan. Saya tidak tahu pasti dari mana mulanya saya tiba-tiba merasa merindukan suasana seperti itu. Tapi bukan dengan bos yang terus berbicara di depanku itu.
Dan yang ada dalam angan-angan saya adalah Anda. Perkenalkan, nama saya Lidya. Lidya saja. Saya mengerti, kehadiran saya ini akan mengejutkan Anda. Ah, Anda cukup sopan rupanya. Oke, saya tidak akan memanggil Anda dengan Anda lagi. Bagaimana kalau Mas? Kamu? Okelah.
Sebetulnya, aku tidak terlalu meminati karya-karya kamu melebihi minat kepada kamu sendiri: dirimu. Keseluruhanmulah yang memaksaku ke sini. Menemuimu. Mencuri waktu di tengah ritual pagimu. Tapi sejujurnya, aku benar-benar tidak menyukai cerita-ceritamu yang banyak menyembunyikan maksud terpendam: yang hanya bisa dirasakan oleh hati. Aku ingin menjadi bagian dari hidupmu yang berterus terang.
Bolehkah aku menjadi sesuatu yang juga akan kau inginkan untuk beberapa waktu. Saya tidak akan menuntutmu terlalu besar untuk kau mengikatku dan aku mengikat kau: menjadikan kau dan aku arca. Suatu ketika, ketika kau mulai jenuh, maka biarkan aku kembali ke kafe tempatku bekerja: mengamatimu seperti yang dulu-dulu. Dan akupun akan membiarkanmu menjani ritual pagi dan kopi tanpa aku, ketika aku jenuh.  
Sebuah ujung makan malam telah dirancang dengan sangat baik oleh bosku itu akhirnya tidak benar-benar terjadi. Aku berontak dengan kasar. Bergegas pulang: menemuimu pagi ini.
_______________
Kalibata, Oktober 2009

No comments: