Self Portrait, Jenny Saville |
Di toko roti tempat saya bekerja itu ada
seorang bos yang selalu baik kepada saya. Suatu ketika dia mengajak saya
makan siang. Dia bercerita tentang kehidupannya, tentang masa lalunya.
Saya mendengarkan semuanya sampai ketika suasana sudah tidak
memungkinkan lagi untuk bercerita dan mendengarkan. Sejak saat itu,
tawaran makan siang atau sekedar minum kopi sering datang.
Ajakan untuk makan malam akhirnya datang
pada suatu hari yang sedikit mendung. Dia memilih tempat tinggalnya di
pinggiran kota. Saya mengiyakan.
Sebetulnya saya sudah lama membacai
karya-karya Anda. Anda menulis dengan sangat baik. Anda masuk dengan
halus ke sanubari semua pembaca. Mengajaknya berdialog dengan intim.
Sehingga semua yang terpendam di alam bawah sadar kami, pembaca, seolah
telah Anda ketahui. Atau jangan-jangan Anda memang mengetahui isi hati.
Dan yang lebih penting, kejutan-kejutan Anda menggemparkan. Kejutan yang
sebetulnya sangat kami akrabi.
Saya terlanjur berhasrat untuk mengetahui
Anda lebih jauh, entah oleh sebab apa. Saya mulai mencari tahu alamat
dan aktivitas Anda. Saya tahu dimana Anda tinggal. Saya tahu apa yang
Anda lakukan setiap hari. Ya, setiap hari. Di kafe ini, Anda akan
membawa semua yang Anda pikirkan. Itu sebabnya Anda selalu seorang diri.
Kopi pekat yang Anda minum di awal duduk
mengingatkan saya pada seorang teman. Dua setengah sendok kopi tanpa
gula. Pahit di lidah, tetapi akan membekas manis di rongga tubuh.
Tegukan terakhir dari kopi akan menjadi menu penutup yang panjang
sebelum Anda meninggalkan tempat duduk dengan diam.
Dari kafe ini Anda akan menuju toko roti
tempat saya bekerja. Anda akan membeli segepok roti tawar tanpa selai.
Kemudian Anda akan langsung berjalan menyusuri trotoar. Di pintu gang
kedua Anda berbelok dan segera masuk ke tempat tinggal Anda.
Tidak ada yang terlalu unik dari rumah
bos saya di pinggiran kota itu: tidak berbeda dengan rumah-rumah lain di
sekelilingnya. Meski di pinggiran kota, wilayah tempat rumah itu
berdiri terbilang padat. Semua jalan, besar dan kecil, di pinggirannya
berjejer rumah. Tidak ada ruang kosong. Bahkan jalan-jalan, jika
pemerintah mengizinkan, pun akan diisi dengan bangunan rumah. Di sana,
rumah menjadi kebutuhan pokok yang tidak mungkin ditunda-tunda.
Setiap pagi Anda akan tampak keluar dari
tempat tinggal. Berjalan-jalan di sepanjang gang. Kadang-kadang berlari
kecil. Jika suatu pagi Anda tidak tampak keluar, berjalan, dan berlari,
saya duga Anda pasti sedang menyelesaikan ide yang belum selesai, namun
terlanjur ditulis.
Pagi sangat banyak memberi inspirasi
kepada tulisan Anda. Pagi seolah menjelma dalam tulisan-tulisan itu. Bau
pagi, warna pagi, dan semua rasa pagi berbaur dalam tulisan-tulisan
Anda. Ada gairah dalam semangat pagi yang Anda tulis. Pagi adalah tempat
di mana perjumpaan antar individu terjadi. Pagi, bagi Anda, adalah awal
dari semua yang bernama hidup, namun juga tempat kembali. Gairah pagi
telah merasuk ke dalam hasrat senggama gila. Senggama yang selalu
menyisakan ruang kreatif, di mana penciptaan bermula.
Anda bercerita tentang seorang pengasuh
bayi yang lebih banyak memikirkan majikannya dari pada bayi yang menjadi
tanggungan asuhnya. Sang majikan adalah satu-satunya lelaki yang setiap
hari ia temui. Lelaki yang memberi harapan tentang sebuah pelepasan
birahi. Di malam-malam ketika semuanya sepi kecuali nafas-nafas yang
memburu. Nafas-nafas yang semula hanya menjadi objek pendengaran itu,
lambat laun mengundang hasrat untuk menyaksikan bagaimana dan sebab apa
nafas-nafas itu ditarik-hembuskan dengan keras dan cepat. Sela-sela
kamar yang hampir selalu terkuak sedikit itu memberinya ruang pandang.
Ruang pandang itu akan semakin lebar ketika peristiwa di malam-malam
sepi dengan suara nafas memburu itu terjadi di ruang tamu, kamar mandi,
atau dapur. Pemandangan-pemandangan itu seolah memang dirancang untuk
menjadi tontonannya.
Di malam-malam lain ketika pengasuh bayi
itu bermasturbasi, hanya laki-laki itulah yang datang dalam bayangannya.
Malam ketika mereka akhirnya bersenggama adalah awal petaka. Ia
benar-benar tidak lagi bisa melepaskan laki-laki itu. Isteri laki-laki
itu kemudian tewas dengan sebilah pisau menancap di dadanya: pisau yang
beberapa hari sebelumnya terus diasah oleh sang pengasuh bayi.
Persenggamahan terakhir terjadi beberapa saat sebelum laki-laki itu
terbujur kaku. Sang pengasuh bayi hilang bersama seorang bayi.
Sebagai pembuka acara makan malam, bos
saya telah menyediakan beberapa macam makanan ringan. Makanan-makanan
itu didominasi oleh unsur kacang. Kacang-kacangan dipercaya sebagai
makanan pembuka yang akan menambah hasrat untuk hidangan selanjutnya. Di
sela-sela makan ringan itu, bos saya dengan hati-hati memulai
pembicaraan mengenai hal-hal ringan yag terjadi hari itu dan beberapa
hari sebelumnya. Tampak bahwa bos saya sangat mengerti bahwa adalah
sangat tidak pantas mengusik suasana yang dirancang romantis dengan
bahasan obrolan yang menyita ingatan besar.
Harus kuakui bahwa mengobrol dalam
suasana romantis bersama bosku itu memang tidak biasa aku lakukan. Saya
tidak tahu pasti dari mana mulanya saya tiba-tiba merasa merindukan
suasana seperti itu. Tapi bukan dengan bos yang terus berbicara di
depanku itu.
Dan yang ada dalam angan-angan saya
adalah Anda. Perkenalkan, nama saya Lidya. Lidya saja. Saya mengerti,
kehadiran saya ini akan mengejutkan Anda. Ah, Anda cukup sopan rupanya.
Oke, saya tidak akan memanggil Anda dengan Anda lagi. Bagaimana kalau
Mas? Kamu? Okelah.
Sebetulnya, aku tidak terlalu meminati
karya-karya kamu melebihi minat kepada kamu sendiri: dirimu.
Keseluruhanmulah yang memaksaku ke sini. Menemuimu. Mencuri waktu di
tengah ritual pagimu. Tapi sejujurnya, aku benar-benar tidak menyukai
cerita-ceritamu yang banyak menyembunyikan maksud terpendam: yang hanya
bisa dirasakan oleh hati. Aku ingin menjadi bagian dari hidupmu yang
berterus terang.
Bolehkah aku menjadi sesuatu yang juga
akan kau inginkan untuk beberapa waktu. Saya tidak akan menuntutmu
terlalu besar untuk kau mengikatku dan aku mengikat kau: menjadikan kau
dan aku arca. Suatu ketika, ketika kau mulai jenuh, maka biarkan aku
kembali ke kafe tempatku bekerja: mengamatimu seperti yang dulu-dulu.
Dan akupun akan membiarkanmu menjani ritual pagi dan kopi tanpa aku,
ketika aku jenuh.
Sebuah ujung makan malam telah dirancang
dengan sangat baik oleh bosku itu akhirnya tidak benar-benar terjadi.
Aku berontak dengan kasar. Bergegas pulang: menemuimu pagi ini.
_______________
Kalibata, Oktober 2009
No comments:
Post a Comment