Dress Blues |
Selama ini, paling banter kau hanya menerima teka-teki biasa sebagai bahan lelucon dari sahabat, rekan, ataupun pasangan-pasangan intimmu. Sementara pesan yang sedang mengganggumu ini benar-benar lain. Inti pesannya tidak jelas, dan teramat gelap. Kau malah sampai kepada kesimpulan, itu bukan pesan, melainkan hanya metafor yang tidak punya arti, hanya berupa igauan pengirimnya yang juga kurang waras. Tapi kok berkali-kali mengirim? Kenapa kepada kau? Atau orang lain juga mendapat kiriman sms seperti itu? Menurut penulis cerita, sms itu hanya ditujukan kepadamu, hanya kau yang menerima sms aneh itu, orang lain semuanya masih berada dalam kehidupan per-sms-an yang wajar, seperti kau sebelum menerima sms aneh itu.
Hpmu kembali berdering, ini adalah kali yang kedua
puluh satu. Darahmu mendidih. Kau betul-betul merasa terganggu dengan
dering bunyi hp yang berkali-kali itu. Ingin rasanya kau membanting
hpmu, kalau saja kau tidak ingat arti pentingnya hp bagimu. Hp telah
memperkenalkanmu dengan banyak hal yang tidak mungkin kau kenal kalau
saja kau tak punya hp. Hp telah membawamu merambah lebih jauh lebih dari
sekedar apa yang kau bisa raih dengan organ tubuh aslimu. Oh, kenapa
tidak kau matikan saja? Selain disediakan fasilitas dihidupkan, hp juga
membuka peluang untuk dimatikan, sehingga semua pesan dan keinginan
orang untuk menghubungimu lewat udara akan tertunda sampai batas waktu
yang tidak ditentukan. Atas saran yang tiba-tiba muncul dalam kepalamu,
yang tak pernah kau coba pikirkan muasalnya, kau matikan hp itu. Ada
rasa lega. Kini kau bersiap-siap melanjutkan penelusuran ingatan, tanpa
perlu tersendat oleh deringan hp yang membawa pesan yang sama, pikirmu.
Kau mulai dari nama Acong, ternyata hpnya tidak
bernomor 0815 sekian-sekian. Kemudian Banu, juga bukan 1815
sekian-sekian. Tidak ada yang pas. Kalaupun ada, tentu namanya akan
terpampang secara otomatis ketika kau membuka sms itu. Kau kemudian
berniat mencari dan membuka daftar nomor telepon atau bertanya kepada
operator telepon yang biasanya mengetahui nomor-nomor telepon. Tapi
betapa bodohnya, bukankah para pemilik hp tidak pernah jelas, tidak
terdaftar nama-namanya, apalagi kalau hp tersebut telah pindah tangan ke
orang kedua, hp second, ketiga, atau kesepuluh? Kau mengurungkan niat.
Hpmu kembali berdering membawa pesan pendek yang tidak kau mengerti
maksud dan arahnya. Bertambah lagi keanehan yang lain, hpmu masih bisa
berdering setelah kau matikan. Kau sekarang membuka kartu dan
beterainya, meski kau yakin hp itu tetap akan berdering. Belum sempat
kau tutup kembali, hp itu berdering lagi, tanpa kartu dan baterai. Di hp
itu tertulis sebuah pesan pendek: “Telah kutitipkan diriku di asap yang
sebentar kemudian mengudara.” Itu adalah kali yang ke seratus tiga
puluh tiga.
Pada hitungan yang ke seribu dua puluh satu, kau
mulai memikirkan untuk menyingkirkan hp yang mengusik kehidupanmu itu.
Kau harus memindah-tangankan hpmu. Meskipun akan ditawar murah, ke
counter terdekat adalah alternatif satu-satunya. Setelah itu barangkali
kau akan membeli kembali hp yang baru, yang tidak diketahui nomornya
oleh pengirim sms cilaka itu. Tapi, siapa pula orang bodoh yang mau
membeli hp yang setiap saat berdering? Betul, hp dimaksudkan untuk bisa
berdering menyampaikan pesan dan juga untuk mengirim pesan, tapi hp yang
setiap waktu berdering dan membawa pesan yang itu-itu juga, yang susah
dimengerti pula, pengirimnya misterius pula, adalah alamat buruk bagi
kehidupan. Jangankan membeli, menyewa orang untuk memiliki hp semacam
itu pun barangkali tidak ada yang mau. Kau urungkan niatmu menjual hp
sebelum tiba masalah yang baru.
Hp itu berdering lagi untuk yang kedua ribu sekian.
Pesannya tetap sama: “Telah kutitipkan diriku di asap yang sebentar
kemudian mengudara.” Kau raih hp itu ke tanganmu. Lalu kau pasang
kembali segala atributnya yang telah kau lepas. Beberapa kali hp itu
tetap berdering membawa pesan yang tidak kau mengerti. Dan kau lanjutkan
meletakkan hp yang terus berdering itu di atas meja. Kau pandangi. Kau
tidak lagi memikirkan darimana deringan yang membawa pesan itu berasal,
yang membuatmu pusing adalah bagaimana segera menyingkirkan hp itu dari
kehidupanmu. Dalam pikiranmu, kau telah menggali kuburan buat hpmu itu.
Kuburan yang kau rancang kira-kira seukuran yang pas buat kematian
sebuah hp. Hpmu telah mati sejak ia terus mengusikmu—atau jangan-jangan
hp itulah yang membuatmu mati? Kuburan itu kau tempatkan di sebuah bukit
tak jauh dari rumahmu. Tentu saja kau tidak akan menguburnya di halaman
depan atau belakang. Pikirmu, hp itu tetap akan berdering, dan kau akan
tetap terusik oleh deringannya. Tapi apakah ide itu benar-benar akan
menyelesaikan masalah? Bagaimana kalau ada orang yang lewat dan
mendengar hp itu berdering membawa sebuah pesan pendek yang tidak
dimengerti? Orang itu tentu akan mendekat, menggali, mengambil, dan
sangat boleh jadi hp itu dikembalikan kepadamu.
◙◙◙
Awalnya, hpmu itu tidak pernah membuatmu susah, kau
beli dengan hasil keringat. Waktu itu kau sangat ingin memiliki hp,
karena telah dimaklumkan, bahwa semua orang pasti punya hp. Kau tidak
ingin kehilangan predikat orang gara-gara kau tak punya hp. Sebelum
memiliki hp, kau selalu menghindar ketika orang bertanya kepadamu
tentang nomor hp. Maka kau kumpullah uangmu dan kau beli hp. Pertama
kali menyentuh hp milik sendiri, tanganmu gemetar. Seharian penuh kau
mengirim sms dan menelepon setiap temanmu, sekedar menanyakan kabar dan
berbasa-basi. Kau sadar, beberapa orang yang kau hubungi akan merasa
heran, karena kerap kau menanyakan sesuatu yang sangat tidak wajar, tapi
tetap harus kau lakukan itu: hari itu kau menyatakan eksistensimu
sebagai manusia.
◙◙◙
Ide yang paling menarik, hp itu kau harus buang ke
laut. Di laut, hp itu tidak akan berdering. Kalaupun berdering, tidak
akan ada suara yang bisa didengar orang: suara hp itu akan habis diserap
air. Kalaupun terdengar, suaranya akan hilang tenggelam ditelan suara
ombak. Orang pasti mengira itu hanya suara ombak atau suara angin yang
menyentuh ujung-ujung nyiur dan layar perahu nelayan. Kalaupun
terdengar, paling hanya didengar oleh nelayan dan anak-anak pantai.
Mereka tentu tidak akan ambil pusing dengan suara deringan hp.
Tapi kalau suaranya tetap terdengar jelas sampai ke
darat? Wah, repot. Lama-kelamaan suara hp akan menjadi satu musik yang
mengundang perhatian. Orang-orang akan gempar dan mencari sumber
deringan. Boleh jadi suara itu mengusik orang-orang pantai dan mengusik
pula polisi untuk melakukan penyelidikan, maka kau akan menjadi sasaran
interogasi. TIDAK.
Lalu kau sampai pada titik kulminasi: kau akan
membanting hp itu sebanting-bantingnya hingga hancur berkeping. Kau akan
menumpahkan semua rasa kesalmu pada hp itu. Setelah kau banting, hp itu
akan kau ludahi dengan ludah yang sangat ludah seludah-ludahnya. Kalau
hp itu masih berdering, kau akan menumbuk pecahannya sampai menjadi
bubuk yang tidak bisa terpecah lagi. Tapi dimana kau akan melakukan
rencana dahsyat itu? Kau tentu tidak akan melakukannya sekarang di
kamarmu. Kamarmu akan berantakan karena kemarahanmu. Kau harus berpikir
seribu kali untuk menumpahkan amarah di kamar sendiri. Perabotan kamar
bisa ikut pecah dan berantakan bersama pecahnya hp yang akan kau
luluh-lantakkan. Kau memang terganggu dan marah dan ingin menumpahkan
kemarahanmu, tapi bukan di tempatmu sekarang ini. Lalu dimana?
Menumpahkan segala kekesalan di pinggir jalan atau di tempat umum
lainnya sangat tidak layak dan akan melukai sisi etika kemanusiaanmu.
Orang-orang akan berbisik memperhatikan tindakanmu yang
membanting-banting hp dengan raut wajah marah. Untuk memambah kepuasan
dalam menumpahkan amarah, tentu saja kau perlu mengumpat, dan
mengumpat-umpat di tengah orang yang mulai mengerubungimu akan menambah
catatan gila pada dirimu. Oh, gila. Tidak ada orang yang mau disebut
gila. Semua orang ingin hidup wajar. Kegilaan adalah aib bagi mereka
yang hidup normal. Bukankah begitu?
Hpmu terus berdering mengiringi kerja otakmu yang
kian buntu: membawa pesan pendek yang tidak kau mengerti: “Telah
kutitipkan diriku di asap yang sebentar kemudian mengudara.” Ke tempat
sunyi juga bukan jalan keluar yang jitu. Kesunyian seringkali mengganggu
konsentrasi untuk sampai kepada puncak kemarahan. Sunyi selalu identik
dengan perasaan sedih atau bahagia. Oleh karenanya, mereka yang ingin
membuat puisi atau ingin menumpahkan kebahagiaan atau kesedihannya
biasanya mencari tempat yang sunyi. Sedangkan orang yang sedang marah
juga mencari tempat sunyi, tapi bukan untuk menumpahkan amarahnya,
melainkan untuk menghibur diri dan melakukan refleksi agar marahnya
reda. Belum lagi tempat sunyi sudah sangat susah mendapatkannya. Hampir
semua kulit bumi telah terjamah oleh kebisingan. Hutan-hutan yang masih
tersisa sangat jauh tempatnya. Dan kau tidak punya persiapan biaya untuk
melakukan perjalanan jauh. Lalu kenapa pula kau harus mengeluarkan
ongkos yang banyak hanya untuk menyingkirkan dan menumpahkan amarah
kepada sebuah hp yang selalu berdering membawa sebuah pesan pendek yang
tidak kau mengerti?
Menumpahkan amarah secara maksimal kepada sebuah hp
yang terus berdering ternyata bukan pekerjaan yang mudah. Barangkali kau
harus segera mengakhiri petualangan kebimbangan ini dan segera
mengambil sebuah keputusan. Keputusan yang kira-kira bisa kau lakukan
adalah membakar hp yang terus mengusikmu itu. Kau tidak perlu jauh-jauh
mencari lokasi tempat pembakaran, cukup di halaman atau di belakang
rumah. Satu hal yang agaknya perlu kau perhatikan adalah amarahmu.
Tujuan utamamu bukan amarah, melainkan melenyapkan hp. Kau tidak perlu
mengumpat dan mengundang orang untuk menertawakanmu sebagai orang gila.
Setelah kau bakar, kalaupun tetap berdering, setidaknya hp itu tidak
akan kembali lagi padamu. Dia akan menjadi abu untuk selama-lamanya. Dan
jangan berpikir panjang lagi untuk melaksanakan niatmu itu, sebab
pikiran-pikiran lain mudah datang dan merubah rencanamu. Kau sudah
kenyang pengalaman tentang itu.
Tanpa perlu mempersiapkan macam-macam, kau ke dapur
meraih korek dan minyak tanah seadanya. Kau memilih halaman depan
sebagai tempat eksekusi bagi hpmu yang tetap berdering membawa pesan
pendek yang tidak kau mengerti. Melewati ruang tengah, hpmu terus
berdering. Deringanannya semakin nakal. Kesabaran yang coba kau pendam
masih saja diuji oleh deringan hp yang tak henti-henti. Deringannya
mengiang-ngiang dalam kepalamu membuat darahmu panas dan meriakkannnya
serupa magma yang siap tuang ke kaki gunung merapi. Bibirmu bergetar
menahan amarah. Minyak tanah di tanganmu tak kuasa bertahan di atas
udara dan ia lepas tumpah ke lantai. Sampai di sinilah batas kuasa
benteng pertahananmu. Dan kau banting hp yang terus berdering itu ke
lantai. Dalam perjalanan bantingan ke lantai, hp itu tetap berdering
membawa pesan pendek yang tidak kau mengerti. Seper-sekian detik sebelum
menyentuh lantai, kau nyalakan api serupa bara di dadamu.
Hp itu terpental pecah berhamburan dengan hanya
sekali bantingan. Kembali hp yang kini jadi potongan-potongan itu
melayang bersangga udara semesta ruangan, dan jatuh bersamaan dengan api
yang mulai merambati lantai dan dinding kayu. Hpmu tenggelam dalam
koran api yang melalap seisi rumahmu. Di antara kobaran api dan derit
kayu yang gosong, sayup terdengar suara deringan hp membawa pesan pendek
yang tidak kau mengerti: “Telah kutitipkan diriku di asap yang sebentar
kemudian mengudara.”
◙◙◙
Api telah padam, dan kau menemukan arang, abu, dan
bau sisa kebakaran. Tiba-tiba kau dengar sebuah deringan yang akrab di
telingamu, sebuah deringan yang membawa pesan pendek yang tidak kau
mengerti. Awalnya, deringan itu hanya satu. Kemudian muncul deringan
kedua, ketiga, sampai akhirnya deringan-deringan hp yang tak terhitung
memenuhi pendengaranmu. Deringan-deringan itu bersahutan tak beraturan.
Hp yang telah menjadi abu masih berdering, dan kini dalam jumlah yang
banyak. Kau mendekati suara-suara itu, kau kumpulkan, kau pisahkan dari
abu-abu yang lain. Abu hpmu kau genggam. Kau acungkan ke udara.
Dan kau dengar hp yang telah menjadi abu itu
berdering membawa sebuah pesan pendek dengan nomor 0815 sekian sekian
yang tidak kau mengerti, dan takkan pernah kau mengerti. Angin berhembus
dari selatan membawa abu hp beterbangan ke udara dan tetap berdering
untuk kesekian juta kali membawa sebuah pesan pendek. Kau terpekur lesu
tak berkata apa-apa melepas hpmu yang terbang menyebar ke langit.
Sementara suara hp berdering membawa sebuah pesan pendek tetap terdengar
di telinga dan rongga otakmu. Suaranya semakin besar. Dan pendengaranmu
kini dipenuhi suara hp yang berdering. Suaranya menggema
memantul-mantul di diding dalam tubuhmu, untuk kemudian keluar melalui
setiap rongga dan pori-porimu. Kau berdering membawa sebuah pesan
pendek: “Telah kutitipkan diriku di asap yang sebentar kemudian
mengudara,” dengan nomor pengirim 0815 sekian sekian.
Ciputat, 6 Agustus 2003
No comments:
Post a Comment