Pages

Sunday, April 15, 2012

HKBP Filadelfia dan Pemerintah yang Lalai

Sumber: http://www.elsam.or.id/new/index.php?id=1855&lang=in&act=view&cat=c/101
Oleh Evi Rahmawati

Penyegelan lokasi gereja HKBP Filadelfia, Tambun, Bekasi, mulai menuai respon keprihatinan.

“Sekali sebuah diskriminasi dibiarkan, maka para pelaku diskriminatif akan menaikkan tuntutan mereka.” Demikian Saidiman Ahmad dari Serikat Jurnalis Untuk Keberagaman (SEJUK) pada konferensi pers yang diadakan di kantor YLBHI, Rabu 12 April 2012. Konferensi pers yang diinisiasi oleh YLBHI, LBH Jakarta, Tim Advokasi HKBP Filadelfia, The Wahid Institute, SEJUK, eLSAM dan TPKB tersebut secara keseluruhan adalah menuntut adanya perlindungan hukum dari pemerintah bagi Jemaat HKBP Filadelfia dari segala bentuk diskriminasi dan intoleransi yang masih berlangsung hingga saat ini. Di samping itu, konferensi tersebut juga mengupayakan pencabutan kesepakatan yang pernah dilakukan antara jemaat HKBP Filadelfia dengan masyarakat yang menolak pembangunan dan peribadatan jemaat HKBP, yang pada prosesnya mengandung unsur-unsur paksaan dan intimidasi.


“Bila hari ini mereka melarang jemaat HKBP Filadelfia beribadah, esok hari mungkin mereka akan melarang jemaat HKBP Filadelfia hidup. Hari ini mereka membakar buku, esok mungkin mereka akan membakar orang. Ini terjadi di mana-mana,” tegas Saidiman.

Saidiman meminta semua pihak memberi perhatian serius terhadap kasus tersebut. “Di Pakistan, tindakan intoleransi terhadap Jemaat Ahmadiyah dibiarkan. Tuntutan untuk mengeluarkan mereka dari komunitas Muslim dipenuhi. Lalu mulailah terjadi pembuhan-pembunuhan terhadap jemaat Ahmadiyah Pakistan,” pungkas Saidiman.

Konferensi diawali dengan pemutaran dua video tentang tindak intoleransi yang dilakukan masyarakat sekitar terhadap jemaat HKBP. Video pertama merupakan rekaman peristiwa ketika masyarakat mencoba menghalang-halangi jemaat filadelfia untuk beribadah. Saat itu, 29 Januari 2012,  jemaat filadelfia terpaksa melakukan ibadah dengan mendirikan tenda yang berlokasi di tanah milik gereja pada jarak sekitar tiga meter dari lokasi gereja, karena bangunan yang mereka rencanakan untuk gereja sendiri telah disegel.

Masyarakat yang menolak jemaat HKBP untuk beribadah,  dengan sengaja memutar lagu-lagu qasidahan lewat pengeras suara yang mereka pasang di beberapa titik dekat tenda tersebut. Sontak, puji-pujian para  jemaat harus beradu dengan suara qasidahan dari speaker itu.

Video kedua menyuguhkan alur musyawarah antara pihak Jemaat dan masyarakat penolak, yang digelar di kantor Kecamatan Tambun Utara, Bekasi. Video tersebut memperlihatkan bagaimana hukum sudah tidak dihiraukan bukan saja oleh masyarakat yang menolak hak beribadah jemaat HKBP, melainkan juga oleh pemerintah setempat dengan dalih kemaslahatan bersama. Alhasil, jemaat HKBP yang nampak tertekan oleh berbagai ultimatum dari para penolak, juga oleh karena sikap abai dari pemerintah, terpaksa menandatangani kesepakatan yang intinya tidak ada lagi kebaktian setelah tanggal 8 April 2012 di tempat ibadah mereka.

Ketua Team Advokasi dan Litigasi HKBP Filadelfia, Thomas E.  Tampubolon, menyatakan bahwa penyelesaian masalah ini simpel saja sebenarnya. Pemerintah setempat tinggal mengawal pelaksanaan putusan pengadilan tata usaha negri (PTUN) yang menyatakan memenangkan semua gugatan dari pihak HKBP, yang di antaranya menghasilkan pembatalan  SK Bupati No : 300/675/kesbangponlinmas/09, tertanggal 31 Desember 2009, perihal: Penghentian Kegiatan Pembangunan dan Kegiatan Ibadah, Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Filadelfia, di RT 01 RW 09 Dusun III, Desa Jejalen Jaya, Kecamatan Tambun Utara, Bekasi. Di samping itu, dalam putusan tersebut juga dinyatakan bahwa pihak tergugat, dalam hal ini Bupati Bekasi, diperintahkan untuk memproses dan juga memberikan izin pada pihak HKBP Filadelfia untuk mendirikan rumah ibadah.

“Barangkali yang bisa kita toleransi, misalnya, jika  ada dari pihak pendemo yang mungkin agak terganggu dengan simbol-simbol Kristiani, maka baiklah, kita akan membangun rumah ibadah ini dalam bentuk yang lebih menyerupai serbaguna. Saya kira itu yang bisa kita rundingkan. Tetapi kalau sama sekali melarang kita beribadah, ini betul-betul menyakitkan buat kami.” Demikian tutur  Thomas E.  Tampubolon.

Di samping itu, ia melanjutkan, bahkan sekalipun kita menengok pada Peraturan Bersama Menteri Agama dan Mentri Dalam Negeri tahun 2006, persaratan yang harus dipenuhi untuk mendirikan rumah ibadah HKBP ini sudah terpenuhi. Menurutnya, dalam Perber tersebut yang dipertimbangkan adalah pihak-pihak yang mengizinkan, bukan yang menolak. Jadi, asalkan ada 60 orang yang menyetujui, maka pendirian rumah ibadah tersebut boleh dilakukan. Sementara, jemaat HKBP filadelfia bahkan sudah mendapat izin dari ratusan warga, yang perlahan-lahan oleh para jemaat diberi pengertian hingga akhirnya tergerak untuk menyetujui pendirian rumah ibadah tersebut.

Maka dengan demikian, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk menyatakan keberatan dalam menjamin hak-hak jemaat HKBP Filadelfia sesuai ketentuan hukum. “Pemerintah semestinya berpegang pada hukum, bukan pada masarakat yang ingin mengabaikan hukum,” demikian Thomas E. Tampubolon menegaskan.

* Aktivis Komunitas Epistemik Muslim Indonesia (KEMI)

Sumber: http://www.sejuk.org/kolom/agama/209-hkbp-filadelfia-dan-pemerintah-yang-lalai.html

No comments: